Sejarah Lahirnya Pancasila juga nggak bisa dilepas dari konteks pergerakan nasional kita yang berjuang untuk meraih kemerdekaan dari penjajahan Belanda dan Jepang. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai untuk membahas persiapan kemerdekaan Indonesia. BPUPKI mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945 di Gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang sekarang kita kenal sebagai Gedung Pancasila. Dalam sidang itu, salah satu agenda utamanya adalah membahas dasar negara Indonesia merdeka.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin, salah satu anggota BPUPKI, mengusulkan lima dasar negara yang terdiri dari Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Tapi, usulan ini belum disetujui oleh anggota lainnya. Nah, pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno, yang juga ketua BPUPKI, memberikan pidato tanpa judul yang kemudian dikenal sebagai pidato “Lahirnya Pancasila”. Dalam pidatonya, Soekarno mengusulkan lima dasar negara yang berbeda dari usulan Muhammad Yamin. Lima dasar negara yang diusulkan Soekarno adalah: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Usulan Soekarno ini mendapat sambutan hangat dan dukungan dari anggota BPUPKI lainnya. Makanya, usulan Soekarno dianggap sebagai rumusan awal Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Setelah sidang pertama BPUPKI berakhir, sembilan tokoh nasional yang terdiri dari Soekarno, Mohammad Hatta, Ahmad Subardjo, Abikoesno Tjokrosoejoso, Agus Salim, Wahid Hasyim, Mohammad Yamin, Abdoel Kahar Moezakir, dan Soepomo ditugaskan untuk merumuskan kembali Pancasila dalam bentuk Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Piagam Jakarta disahkan pada tanggal 22 Juni 1945 dalam sidang kedua BPUPKI. Piagam Jakarta merupakan rumusan pertama Pancasila yang terdiri dari: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tapi, rumusan ini mengalami perubahan sebelum dijadikan sebagai pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Dalam pembukaan UUD 1945, rumusan Pancasila mengalami perubahan, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perubahan ini dilakukan untuk mengakomodasi keberagaman agama dan keyakinan yang ada di Indonesia. Rumusan ini kemudian menjadi rumusan resmi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia hingga sekarang.
Pancasila itu punya makna yang sangat penting, guys! Pancasila mencerminkan nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia, seperti kebhinekaan, toleransi, gotong royong, musyawarah, dan kesejahteraan. Makna Pancasila bisa kita pahami dari setiap sila atau prinsip yang terkandung di dalamnya. Yuk, kita lihat makna dari masing-masing sila Pancasila!
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya kita sebagai bangsa Indonesia menyadari dan percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta dan sumber segala hukum. Kita juga menghormati dan menjunjung tinggi kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi setiap warga negara sesuai dengan norma-norma agama dan moral yang berlaku.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, artinya kita sebagai bangsa Indonesia menghargai martabat, hak, dan kewajiban setiap manusia tanpa membedakan suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin, atau status sosial. Kita juga berusaha untuk menjalin hubungan yang harmonis, saling menghormati, dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia atas dasar persamaan derajat dan saling menguntungkan.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, artinya kita sebagai bangsa Indonesia adalah satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan meskipun terdiri dari berbagai macam suku, budaya, bahasa, agama, dan daerah. Kita juga menjaga dan mempertahankan keutuhan wilayah dan kedaulatan negara dari segala ancaman dan gangguan baik dari dalam maupun dari luar.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, artinya kita sebagai bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi yang berdasarkan pada kehendak rakyat yang diwujudkan dalam bentuk pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Kita juga menyelesaikan setiap masalah dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat yang didasarkan pada hikmat kebijaksanaan yang adil dan bijaksana.
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, artinya kita sebagai bangsa Indonesia berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa diskriminasi atau kesenjangan. Kita juga berkomitmen untuk menegakkan keadilan sosial dengan memberantas kemiskinan, ketimpangan, korupsi, kolusi, nepotisme, serta melindungi hak-hak asasi manusia.
Jadi, itulah Pancasila, ideologi dan dasar negara kita yang keren dan penuh makna! Dengan Pancasila, kita bisa membangun Indonesia yang berbhineka, toleran, gotong royong, musyawarah, dan sejahtera. Mari kita jaga dan lestarikan Pancasila sebagai landasan kita dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Merdeka!